IPS

Pertanyaan

pahlawan nasional dalam perang Aceh

2 Jawaban

  • Cut Nyak Din
    Semoga membantu

  • 1. Cut Nyak Dhien (lahir 1850- wafat 1908)
    Cut Nyak Dhien adalah istri Teuku Umar. Sepeninggal Teuku Umar, Cut Nyak melanjutkan perjuangan melawan pasukan kolonial Belanda di pedalaman Meulaboh, Aceh Barat. Ketika ditangkap Belanda atas laporan seorang pengikutnya, Cut Nyak Dhien sudah renta dan rabun. Untuk memutus pengaruhnya bagi gerilyawan, Belanda mengasingkan Cut Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat. Pada 6 November 1908, malaikat maut menjemputnya. Jasad Cut Nyak Dhien dimakamkan di Sumedang. Gelar pahlawan nasional disematkan padanya tahun 1964. (Baca juga: Garam Cinta Lamnga)


    2. Cut Nyak Meutia (1870 - 1910)
    Cut Nyak Meutia memimpin perlawanan di Aceh Utara. Seperti Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia juga melanjutkan perjuangan suami. Ketika suami pertamanya yang juga pemimpan pasukan gerilyawan, Teungku Chik Tunong meninggal dunia, Cut Meutia melanjutkan perjuangan bersama suami keduanya, Pang Nanggroe.

    Ketika Pang Nanggroe gugur pada 26 September 1910, Cut Meutia melanjutkan perjuangan dengan pasukan yang tersisa. Pada 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan pasukan Marsose di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.

    Cut Nyak Meutia mendapat gelar pahlawan nasional bersamaan dengan Cut Nyak Dhien pada 1964. (Baca juga: Napak Tilas Cut Meutia)


    3. Teungku Chik di Tiro (1836-1891)
    Teungku Chik di Tiro adalah ulama sekaligus panglima besar Perang Aceh. Nama aslinya Teungku Muhammad Saman.

    Teungku Chik di Tiro tampil sebagai pemimpin perang ketika perlawanan terhadap Belanda kian meredup pada 1881, delapan tahun setelah Belanda menyatakan maklumat perang terhadap Aceh.

    Bersama Teungku Chik Pante Kulu, Teungku Chik di Tiro mengobarkan semangat perang sabil, perang di jalan Allah.

    Dari Lamlo, Pidie, Teungku Chik di Tiro hijrah ke Aceh Besar dan menjadikan Desa Meureu, Indrapuri, sebagai basis gerilyawan. Meureu yang kontur alamnya perpaduan antara dataran rendah dan perbukitan dinilai cocok sebagai benteng pertahanan alami.

    Pada 1881, pasukan Teungku Chik di Tiro merebut satu per satu benteng Belanda seperti di Lambaro dan Aneuk Galong.

    Masa perlawanan Teungku Chik di Tiro, Belanda dibuat kalang kabut. Setidaknya, Belanda empat kali mengganti gubernurnya saat menghadapi Teungku Chik di Tiro.

    Teungku Chik di Tiro meninggal bukan karena peluru Belanda, melainkan lantaran diracun lewat makanan yang disajikan oleh seorang perempuan Aceh pada 1891. Jasadnya dimakamkan di Desa Meureu, Indrapuri, tempat ia menggerakkan perlawanan melawan Belanda.

    Atas jasa-jasanya, pemerintah memberi gelar pahlawan nasional pada 1973. (Baca juga: Jejak Chik di Tiro di Willem Torren)


    4. Teuku Umar (1854-1899)
    Teuku Umar adalah salah satu pemimpin pasukan di bawah panglima besar Teungku Chik di Tiro. Umar yang sempat bergabung dengan Belanda, kemudian berbalik arah melawan Belanda. Ada yang bilang Teuku Umar menyusup ke pasukan Belanda sebagai strategi perang. Namun ada juga yang menyebut Teuku Umar berbalik menyerang Belanda setelah diancam istrinya, Cut Nyak Dhien.

    Pada September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kembali kepada Belanda bersama 13 pengikutnya. Belanda kemudian memberinya gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Netherland. Cut Nyak Dhien dibuat malu oleh keputusannya.

    Tiga tahun bergabung dengan Belanda untuk kedua kalinya, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda pada 30 Maret 1896 dengan membawa lari senjata dan amunisi.

    Teuku Umar tertembak dalam pertempuran dinihari 11 Februari 1899.

Pertanyaan Lainnya